Monday, November 11, 2013

INOVASI PEMBELAJARAN PKN DENGAN MODEL VCT (VALUE CLARIFICATION TEHNIQUE)



Dalam membicarakan kualitas Sumber Daya Manusia kita akan menenemukan serentetan permasalahan, yang kadang-kadang dapat menyesatkan. Tidak hanya menyangkut pemaknaan SDM, tetapi juga menyangkut upaya-uapaya yang harus dilakukan dalam meningkatkan kualitas SDM tersebut. Permasalahan awal yang harus diselesaikan adalah menyangkut penggunaan istilah SDM itu sendiri., yang sering dilihat hanya dari satu aspek tertentu, sehingga menutupi aspek lain.
Disamping itu, dalam melihat kualitas SDM, aspek etika dan moralitas sering tidak diperhatikan, sehingga meski SDM telah dipandang berkualitas dalam kinerjanya, tetapi masih kurang dalam misi pandangan dan tingkah laku etisn dan moral nya. Akibatnya, ketahahanan mental SDM tidak mampu menghadapi berbagai permasalahan dalam pekerjaanya atau tidak memperlihatkan tingkah laku etis dalam kehidupan kesehariaanya.
Apabila permasalahan diatas telah jelas, maka upaya untuk dapat menutupi kekurangan dan meningkatkan kualitas SDM yang dirasa paling efektif ialah melalui pendidikan. Dari SDM demikian pula diharapkan muncul kemajuan dan terobosan-terobosan konstruktif dalam pembangunan bangsa ini.
Salah satu hasil inovasi pendidikan yaitu dalam hal model pembelajaran. Maka pemakalah akan membatasi pembahasan mengenai inovasi pendidikan, dimana di dalam makalah ini, pemakalah hanya membahas mengenai Inovasi pembelajaran Pkn dengan model VCT ( Value, Clarification Tehnique ). Yang dimana salah satu ciri paradigma baru pembelajaran PKn adalah tidak lagi  menekankan  pada mengajar tentang PKn, tetapi lebih berorientasi pada membelajarkan PKn atau upaya-upaya guru untuk ber-PKn.

Pendidikan Kewarganegaraan (Pkn) merupakan mata pelajaran yang lebih identik dengan pembentukan sikap dan nilai moral. Berdasarkan observasi pratindakan di salah satu sekolah negeri yang ada di Palembang, dalam pembelajaran PKn menunjukkan bahwa hasil belajar yang di capai siswa masih rendah. Selain itu, model pembelajaran yang digunakan guru kurang bervariasi yaitu ceramah, Tanya jawab, dan penugasan, sehingga kurang aktif dalam dalam pembelajaran dan cenderung bosan mengikuti pelajaran.
Oleh karena itu dalam pembelajaran PKn, siswa dibina untuk membiasakan atau melakoni isi pesan materi PKn. Agar tujuan dapat berjalan dengan baik maka sebagai guru PKn hendaknya menjadi teladan dalam ber-PKn dengan menunjukkan contoh prilaku yang diharapkan ditiru dan dilaksanakan siswa dalam kehidupan disekolah dan kehidupan sehari-hari di masyarakat.
Dalam kaitannya dengan pembelajaran PKn penggunaan berbagai macam model pembelajaran yang tersedia, tentu saja harus disesuaikan dengan karakteristik tujuan pembelajaran, karakteristik materi, situasi dan lingkungan belajar siswa, tingkat perkembangan dan kemampuan belajar siswa, waktu dan kebutuhan belajar bagi siswa itu sendiri. Dalam PKn dikenal suatu model pembelajaran yaitu, VCT. Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) merupakan mata pelajaran yang lebih identik dengan pembentukan sikap dan nilai moral. Berdasarkan pembahasan di atas maka pemakalah akan membahas tentang Inovasi pembelajaran Pkn dgn model VCT ( Value, Clarification Tehnique ).
Pengertian Model Pembelajaran VCT
VCT adalah salah satu teknik pembelajaran yang dapat memenuhi tujuan pancapaian pendidikan nilai. Djahiri (1979: 115) mengemukakan bahwa Value Clarification Technique, merupakan sebuah cara bagaimana menanamkan dan menggali/ mengungkapkan nilai-nilai tertentu dari diri peserta didik. Karena itu, pada prosesnya VCT berfungsi untuk: a) mengukur atau mengetahui tingkat kesadaran siswa tentang suatu nilai; b) membina kesadaran siswa tentang nilai-nilai yang dimilikinya baik yang positif maupun yang negatif untuk kemudian dibina kearah peningkatan atau pembetulannya; c) menanamkan suatu nilai kepada siswa melalui cara yang rasional dan diterima siswa sebagai milik pribadinya. Dengan kata lain, Djahiri (1979: 116) menyimpulkan bahwa VCT dimaksudkan untuk “melatih dan membina siswa tentang bagaimana cara menilai, mengambil keputusan terhadap suatu nilai umum untuk kemudian dilaksanakannya sebagai warga masyarakat”.
Teknik mengklarifikasi nilai (value clarification technique)atau sering disingkat VCT dapat diartikan sebagai teknik pengajaran untuk membantu siswa dalam mencari dan menentukan suatu nilai yang dianggap baik dalam menghadapi suatu persoalan melalui proses menganalisis nilai yang sudah ada dan tertanam dalam diri siswa.
Mengapa perlu pembelajaran VCT ?
Pola pembelajaran VCT menurut A. Kosasih Djahiri (1992), dianggap unggul untuk pembelajaran afektif karena; pertama, mampu membina dan mempribadikan nilai dan moral;  kedua, mampu mengklarifikasi dan mengungkapkan isi pesan materi yang disampaikan; ketiga mampu mengklarifikasi dan menilai kualitas nilai moral diri siswa dan nilai moral dalam kehidupan nyata; keempat, mampu mengundang, melibatkan, membina dan mengembangkan potensi diri siswa terutama potensi afektualnya; kelima, mampu memberikan pengalaman belajar dalam berbagai kehidupan; keenam, mampu menangkal, meniadakan mengintervensi dan  menyubversi berbagai nilai moral naif yang ada dalam sistem nilai dan moral yang ada dalam diri seseorang; ketujuh, menuntun dan memotivasi untuk hidup layak dan bermoral tinggi.
Tujuan model VCT sebagai suatu model dalam strategi pembelajaran moral
 VCT sebagai suatu model dalam strategi pembelajaran moral bertujuan (1) Untuk mengukur atau mengetahui tingkat kesadaran siswa tentang suatu nilai. (2) Membina kesadaran siswa tentang nilai-nilai yang dimilikinya baik tingkatannya maupun sifatnya (positif dan negatifnya) untuk kemudian dibina ke arah peningkatan dan pembetulannya. (3) Untuk menanamkan nilai-nilai tertentu kepada siswa melalui cara yang rasional dan diterima siswa, sehingga pada akhirnya nilai tersebut akan menjadi milik siswa. (4) Melatih siswa bagaimana cara menilai, menerima, serta mengambil keputusan terhadap sesuatu persoalan dalam hubungannya dengan kehidupan sehari-hari di masyarakat.
Pembelajaran VCT menurut A. Kosasih Djahiri (1992), dianggap unggul untuk pembelajaran afektif karena; pertama, mampu membina dan mempribadikan nilai dan moral; kedua, mampu mengklarifikasi dan mengungkapkan isi pesan materi yang disampaikan; ketiga mampu mengklarifikasi dan menilai kualitas nilai moral diri siswa dan nilai moral dalam kehidupan nyata; keempat, mampu mengundang, melibatkan, membina dan mengembangkan potensi diri siswa terutama potensi afektualnya; kelima, mampu memberikan pengalaman belajar dalam berbagai kehidupan; keenam, mampu menangkal, meniadakan mengintervensi dan menyubversi berbagai nilai moral naif yang ada dalam sistem nilai dan moral yang ada dalam diri seseorang; ketujuh, menuntun dan memotivasi untuk hidup layak dan bermoral tinggi.
Hal yang harus diperhatikan guru dalam mengimplementasikan VCT
VCT menekankan bagaimana sebenarnya seseorang membangun nilai yang menurut anggapannya baik, yang pada gilirannya nilai-nilai tersebut akan mewarnai perilakunya dalam kehidupan sehai-hari di masyarakat. Dalam praktik pembelajaran, VCT dikembangkan melalui proses dialog antara guru dan siswa. Proses tersebut hendaknya berlangsung dalam suasana santai dan terbuka, Sehingga setiap siswa dapat mengungkapkan secara bebas perasaannya.
Beberapa hal yang harus diperhatikan guru dalam mengimplementasikan VCT melalui proses dialog yaitu :
  1. Hindari penyampaian pesan melalui proses pemberian nasihat, yaitu memberikan pesan-pesan moral yang menurut guru dianggap baik.
  2. Jangan memaksa siswa untuk memberi respons tertentu apabila memang siswa tidak menghendakinya.
  3. Usahakan dialog dilaksanakan secara bebas dan terbuka, Sehingga siswa akan mengungkapkan perasaannya secara jujur dan apa adanya.
  4. Dialog dilaksanakan kepada individu, bukan kepada kelompok kelas.
  5. Hindari respons yang dapat menyebabkan siswa terpojok, Sehingga ia menjadi defensif.
  6. Tidak mendesak siswa pada pendirian tertentu.
  7. Jangan mengorek alasan siswa lebih dalam.
Sistem pendukung yang diperlukan untuk melaksanakan model pembelajaran VCT
Sistem pendukung adalah penunjang keberhasilan pelaksanaan kegiatan belajar-mengajar di kelas. Sistem pendukung yang diperlukan untuk melaksanakan model pembelajaran VCT adalah sebagai berikut.
1.  Tersedianya perpustakaan yang dapat mendukung proses pembelajaran.
2.  Adanya sumber belajaran yang lain dan narasumber yang dapat dimanfaakan oleh siswa

Langkah Model Pembelajaran VCT
John Jarolimek (1974) menjelaskan langkah pembelajaran dengan Value clarification technique (VCT) dalam 7 tahap yang dibagi ke dalam 3 tingkat, setiap tahapan dijelaskan sebagai berikut.
1. Kebebasan Memilih, Pada tingkat ini terdapat 3 tahap, yaitu: (1) Memilih secara bebas, artinya kesempatan untuk menentukan pilihan yang menurutnya baik. Nilai yang dipaksakan tidak akan menjadi miliknya secara penuh; (2) Memilih dari beberapa alternatif. Artinya, untuk menentukan pilihan dari beberapa alternatif pilihan secara bebas; (3) Memilih setelah dilakukan analisis pertimbangan konsekuensi yang akan timbul sebagai akibat pilihannya.
2. Menghargai, Terdiri atas 2 tahap pembelajaran, yaitu; (1) Adanya perasaan senang dan bangga dengan nilai yang menjadi pilihannya, sehingga nilai tersebut akan menjadi bagian dari dirinya; (2) Menegaskan nilai yang sudah menjadi bagian integral dalam dirinya di depan umum. Artinya, bila kita menggagap nilai itu suatu pilihan, maka kita akan berani dengan penuh kesadaran untuk menunjukkannya di depan orang lain.
3. Berbuat, Pada tahap ini, terdiri atas 2 tahap, yaitu; (1) Kemauan dan kemampuan untuk mencoba melaksanakannya (2) Mengulangi perilaku sesuai dengan nilai pilihannya. Artinya, nilai yang menjadi pilihan itu harus tercermin dalam kehidupannya sehari-hari.

Metode yang digunakan pada model pembelajaran VCT
  • Diskusi
Metode ini bertujuan untuk tukar menukar gagasan, pemikiran, informasi/ pengalaman diantara peserta, sehingga dicapai kesepakatan pokok-pokok pikiran (gagasan, kesimpulan). Untuk mencapai kesepakatan tersebut, para peserta dapat saling beradu argumentasi untuk meyakinkan peserta lainnya. Kesepakatan pikiran inilah yang kemudian ditulis sebagai hasil diskusi. Diskusi biasanya digunakan sebagai bagian yang tak terpisahkan dari penerapan berbagai metode lainnya, seperti: penjelasan (ceramah), curah pendapat, diskusi kelompok, permainan, dan lain-lain.
a.   Curah Pendapat (Brain Storming)
Metode curah pendapat adalah suatu bentuk diskusi dalam rangka menghimpun gagasan, pendapat, informasi, pengetahuan, pengalaman, dari semua peserta. Berbeda dengan diskusi, dimana gagasan dari seseorang dapat ditanggapi (didukung, dilengkapi, dikurangi, atau tidak disepakati) oleh peserta lain, pada penggunaan metode curah pendapat pendapat orang lain tidak untuk ditanggapi.
Tujuan curah pendapat adalah untuk membuat kompilasi (kumpulan) pendapat, informasi, pengalaman semua peserta yang sama atau berbeda. Hasilnya kemudian dijadikan peta informasi, peta pengalaman, atau peta gagasan (mindmap) untuk menjadi pembelajaran bersama.
b.   Bermain Peran (Role-Play)
Bermain peran pada prinsipnya merupakan metode untuk ‘menghadirkan’ peran-peran yang ada dalam dunia nyata ke dalam suatu ‘pertunjukan peran’ di dalam kelas/pertemuan, yang kemudian dijadikan sebagai bahan refleksi agar peserta memberikan penilaian terhadap . Misalnya: menilai keunggulan maupun kelemahan masing-masing peran tersebut, dan kemudian memberikan saran/ alternatif pendapat bagi pengembangan peran-peran tersebut. Metode ini lebih menekankan terhadap masalah yang diangkat dalam ‘pertunjukan’, dan bukan pada kemampuan pemain dalam melakukan permainan peran.
  • Wawancara
Menurut Prabowo (1996) wawancara adalah metode pengambilan data dengan cara menanyakan sesuatu kepada seseorang responden, caranya adalah dengan bercakap-cakap secara tatap muka.
Pendekatan yang digunakan pada model pembelajaran VCT
Pendekatan dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran. Pendekatan yang digunakan dalam Model Pembelajaran VCT adalah pendekatan kualitatif.
Pendekatan Kualitatif
Pendekatan yang secara primer menggunakan paradigma pengetahuan berdasarkan pandangan konstruktivist (pengalaman individu atau pandangan advokasi). Ada tiga strategi yang digunakan dalam pendekatan ini yakni:
1. Penelitian entografi adalah suatu bentuk penelitian yang berfokus pada makna sosiologis melalui observasi lapangan tertutup dari fenomena sosiokultural (Emzir,2007:143). Prinsip dalam penelitian entografi adalah naturalism, pemahaman, dan penemuan;
2. Penelitian grounded theory (teori dasar) adalah teori umum dari metode ilmiah yang berurusan dengan generalisasi, elaborasi, dan validasi dari teori ilmu sosial (Glaser dan Strauss dalam Emzir.2007:193). Prinsip dalam grounded theory sebagai metode ilmiah sebagai berikut: perumusan masalah, deteksi fenomena, penurunan teori, pengembangan teori, penilaian teori;
3. Penelitian tindakan (action research) adalah suatu penelitian informal, kualitatif, formatif, subjektif, interpretif, reflektif dan suatu model penelitian pengalaman, di mana semua individu diibaratkan dalam studi sebagai peserta yang mengetahui dan menyokong (Hopkin dalam Emzir,2007:233).
Kelemahan model pembelajaran VCT
Kelemahan yang sering terjadi dalam proses pembelajaran nilai atau sikap adalah proses pembelajaran dilakukan secara langsung oleh guru, artinya guru menanamkan nilai-nilai yang dianggapnya baik tanpa memerhatikan nilai yang sudah tertanam dalam diri siswa. Akibatnya, sering terjadi benturan atau konflik dalam diri siswa karena ketidakcocokan antara nilai lama yang sudah terbentuk dengan nilai baru yang ditanamkan oleh guru. Siswa sering mengalami kesulitan dalam menyelaraskan nilai lama dan nilai baru. Salah satu karakteristik VCT sebagai suatu model dalam strategi pembelajaran sikap adalah proses penanaman nilai dilakukan melalui proses analisis nilai yang sudah ada sebelumnya dalam diri siswa kemudian menyelaraskannya dengan nilai-nilai baru yang hendak ditanamkan.

Kesimpulan
Dengan model pembelajaran VCT, akan mudah mengungkap sikap, nilai dan moral siswa terhadap suatu kasus yang disajikan oleh guru. Tentu saja harus dibekali dengan kemampuan guru dalam menguasai keterampilan dan teknik dasar mengajar dengan baik. Sikap demokratis, ramah, hangat dan nuansa kekeluargaan yang akrab diperlukan, sehingga siswa berani berpendapat dan beda pendapat dengan guru maupun dengan siswa lain. Sedangkan untuk evaluasi guru dapat melakukan evaluasi proses dan evaluasi hasil belajar. Pada evaluasi proses dapat dilakukan dengan melakukan pengamatan jalannya diskusi, sikap dan aktivitas siswa maupun proses pembelajaran secara menyeluruh dan evaluasi hasil dapat dilihat dari hasil tes. Dan memberikan pujian kepada siswa yang mampu berpendapat sekalipun kepada siswa yang berpendapat belum lengkap secara variatif.



DAFTAR PUSTAKA


3 comments:

  1. bagus dan berani......
    akan lebih bagus kalau kamu buat tanggapan mu sendiri terhadap vct itu dalam implemntasinya.
    tapi bagussss kok, untuk pembaca kreatif

    ReplyDelete
  2. Free casino online free money【VIP】xn poker
    casino online free money,【WG98.vip】⚡,xn poker happyluke bonus codes,online slots machine,casino free cash,slots クイーンカジノ live,nba playoffs free play,top 10 best free casino 우리카지노 계열사

    ReplyDelete